Orasi Ilmiah Profesor Riset DR. Rasti Saraswati



INOVASI TEKNOLOGI PUPUK HAYATI
MENDUKUNG PENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI

Oleh : Prof. DR. Rasti Saraswati

Disampaikan sebagai Orasi Ilmiah Pengukuhan Yang Bersangkutan
Sebagai Professor Riset, Dept. Pertanian RI
(Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Prof.DR. Rasti Sarawasti, atas izin memuat Orasi Ilmiah ini, karena beliau adalah Penasehat Utama kami dalam memproduksi pupuk)

I         
Saya dan Penasehat Utama kami Prof. DR. Rasti Saraswati
I.     
PENDAHULUAN
     Majelis Pengukuhan Profesor Riset 
     dan Hadirin  yang  saya hormati

     Pembangunan pertanian kedepan semakin berat dan kompleks. Degradasi sumber daya lahan pertanian dan alih fungsi lahan produktif masih terus berlangsung. Perubahan iklim memperparah permasalahan ini, dan memperumit pemanfaatan lahan suboptimal.  Kondisi ini semua memerlukan penanganan khusus agar tidak menjadi ancaman bagi sistim produksi pertanian.  Meski demikian, pemerintah tetap optimistis an terus berupaya memecahkan memecahkan masalah dan kendala tersebut. Pemerintah mengintroduksi Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013 – 2045. Salah satu dari strategi ini adalah penerapan konsep pembangunan ‘Pertanian Bioindustri Berkelanjutan’.
Pendekatan yang ditempuh dalam pembangunan pertanian bioindustri berkelanjutan adalah mengelola dan memanfaatkan seluruh sumber daya hayati secara optimal dan harmonis, termasuk pengelolaan dan pemanfaatn biomassa dan/atau limbah organik pertanian.  Dalam implementasinya, pertanian bioindustri memanfaatkan seluruh factor produksi untuk menghasilkan pangan dan produk lain yang lebih bernilai ekonomi dan aman dikonsumsi dengan menerapkan prinsip biorefinary1
Salah satu faktor produksi yang penting adalah sumber daya hayati mikroorganisme tanah. Sumber daya ini berperan penting dalam memperbaiki biologi, fisika dan kimia tanah2. Mikroorganisme ini yang mampu menyediakan hara bagi tanaman, mengendalikan hama dan penyakit, meningkatkan produktifitas lahan, dan memulihkan lahan yang terdegradasi.
Sejak revolusi hijau dicanangkan, pupuk anorganik masih tetap digunakan hingga saat ini.  Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi oleh penggunaan pupuk hayati dan/atau pupuk organic, memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan kualitas tanah.  Biota tanah rusak dan kesuburuan tanah menurun. Kondisi ini telah berlangsung lebih dari empat decade sehingga berdampak kepada rendahnya efisiensi pemupukan dan mengurangi keuntungan usaha tani.  Oleh kaena itu, pengembangan pupuk hayati sangat diperlukan sebagai komponen teknologi strategis dalam pembangunan pertanian bioindustri yang berkelanjutan.
Dalam orasi ilmiah ini diuraikan berbagai inovasi teknologi pupuk hayati dalam mendukung pengembangan pertanian bioindustri.

           II.    PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PUPUK HAYATI
      Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,

Orasi Ilmiah Prof. DR. Rasti Saraswati
    Pengembangan pupuk hayati bermula dari penelitian Winogradsky, ahli mikrobiologi pertanian berkebangsaan Rusia, yang pada tahun 1889 menemukan bakteri autotroph, bakteri belerang yang dapat tumbuh pada lingkungan belerang, mengoksidadi belerang anorganik.  Beijerinck, warga Negara Belanda pada tahun 1980 menemukan bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik dan simbiotik.  Bakteri ini mampu merubah gas N2 menjadi nitrogen yang mampu diserap oleh tanaman.  Boussingault, ilmuwan Perancis, pada tahun 1980an berhail mengisolasi Rhizobium dari bintil akar kedelai, dan melaporkan bahwa tanaman legume memiliki kemampuan yang lebih baik menambat nitrogen daripada tanaman serealia3.
Penemuan-penemuantersebut merupakan awal dari munculnya pemikiran dalam pemanfaatan mikroorganisme tanah sebagai pupuk hayati dalam upaya perbaikan pertumbuhan dan peningkatan produksi tanaman budidaya.  Melalui berbagai penelitian yang didukung oleh perkembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan bioscience yang sangat pesat, sekarang telah tersdia berbagai teknologi pupuk hayati tunggal maupun majemuk multifungsi.

2.1.      Teknologi Pupuk Hayati Tunggal
       Teknologi pupuk hayati tunggal yang mengandung satu jenis mikroba dengan satu fungsi telah dikembangkan sejak tahun 1980-an dengan memanfaatkan Rhizobium.  Simbiosis Rhizobium-Kedelai mampu menyediakan hara nitrogen bagi tanaman inangnya.  Pengembangan inokulan Rhizobium dalam budidaya tanaman, diawali dengan diproduksinya Nitragin di Amerika Serikat, yang kemudian diikuti oleh Negara-negara berkembang, Antara lain Thailand, Filipina, dan Indonesia.
Pada tahun 1984, Indonesia telah berhasil memanfaatkan inokulan Rhizobium dalam program intensifikasi kedelai.  Upaya mengembangan pupuk hayati tunggal Rhizobium;Kedelai secara luas dipertegas oleh Departemen Pertanian melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan dengan Surat Keputusan No. I.A.5.84.5 pada 17 Januari 1984 tentang Baku Mutu Pupuk Hayati Tunggal, yang kemudian dipertegas lagi dengan Surat Keputusan I.HK.050.91.7A pada 12 Maret 1991.

           2.2.      Teknologi Pupuk Hayati Majemuk Multifungsi
       Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mikrobiologi telah mendorong pengem-bangan teknologi pupuk hayati tunggal menjadi pupuk hayati majemuk multifungsi.  Teknologi pupuk hayati majemuk multifungsi mengandung beberapa je nis mikroba dengan berbagai fungsi, seperti konsorsia bakteri penambat N2 dan pelarut P.
Majelis Pengukuhan Profesor Riset
Badan Litbang Pertanian, sejak 1995, telah menghasilkan dan mengemabngkan lebih dari 20 jenis pupuk hayati majemuk multifungsi, diantaranya Pupuk Mikroba Multiguna (PMMg) RhizoPlus, Mikroflora Tanah Multiguna (MTM) Nodulin, BioNutrient dan MDec, dan lain-lain4.  Selain itu terdapat puluhan calon pupuk hayati yang masih dalam proses pengujian.
Berbagai bentuk pupuk hayati majemuk telah berkembang hingga saat ini, seperti cair, tepung, granul, tablet dan manik-manik dengan kualitas beragam, bergantung pada jenis mikroba, tanaman, dan kondisi lingkungan.

           III.         PERAN PUPUK HAYATI DALAM PERTANIAN BIOINDUSTRI
         Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,

         Peran pupuk hayati dalam pengembangan pertanian bioindustri meliputi : (1)penye-    
diaan hara dan peningkatan efisiensi pemupukan, (2)perbaikan pertumbuhan dan perlindungan tanaman, (3)pengelolaan residu residu bahan organik bagi penyediaan hara dan bioenergy, (4)pemulihan lahan yang tercemar logam berat, dan (5)peningkatan produktivitas tanah dalam sistim produksi pertanian.
           
           3.1.      Penyedia Hara dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan
      Peran pupuk hayati dalam menyediaan hara dan peningkatan efisiensi pemupukan berkaitan erat dengan kemampuannya dalam menambat N2 (Rhizobium, Azotobacter, Beijerinkia, dan lain-lain), melarutkan P terikat menjadi tersedia (Bacillus, Pesudomonas, dan lain-lain), dan mengurai bahan organic, dan membentuk humus pada area pengomposan (Aspergilus, Trichoderma, dan lain-lain).
Aktivitas mikroorganisme tanah: mikroflora dan fauna saling mendukung keberlangsungan siklus hara dan proses fisika-kimiawi tanah.  Secara teknis, aktivitas mikroorganisme tanah membantu proses nitrifikasi pupuk amonia, produksi enzim fosfatase sebagai katalis hidrolisis pupuk P,  produksi enzim urase sebagai katalis hidrolisis urea dalam memproduksi amonium karbonat, dan proses reduksi berbagai macam sistim redoks dalam kondisi tanah tergenang, meskipun perubahan struktur komunitasnya lebih banyak terkait dengan konsentrasi oksigen dan ketersediaan bahan organik 5-7.
Pupuk hayati telah dimanfaatkan di banyak negara.  Pemanfaatan Azotobacter pada lahan sawah menghasilkan 10-15 Kg N/Ha, konsorsium Azospirilum sp., Pesudomonas sp., dan Zoogloea sp., menyumbang 46 kg N/Ha, atau 30% dari kebutuhan N, simbiosis Sianobakter dengan Azola-Anabeana menghasilkan 20 – 100 kg N/Ha/musim, dan Rhizobium pada lahan kering masam Ultisol Lampung menyumbang 63.2 Kg N/Ha atau 45.4% dari kebutuhan N 8-13.
Azorhizobium caulinodans (bakteri bintil batang) pada tanaman Sesbania rostrata dilahan sawah, mampu menghasilkan biomassa kering 16.8 ton/Ha selama 13 minggu dan menyumbang 426 kg N/Ha, 75% dan >60% P diantaranya terakumulasi pada daun.  Pemberian hijauan S. rostrata setara 45 Kg N/Ha dan pupuk urea dengan dosis 60 Kg N/Ha, meningkatkan hasil padi 24% 14-15.

           3.2.      Perbaikan Pertumbuhan dan Perlindungan Tanaman
         Penggunaan pestisida secara terus menerus untuk mengendalikan hama dan penya- 
kit tanaman mendorong penurunan populasi Rizhobakteria Pemacu Tumbuh Tanaman (RPTT) pada lingkungan akar, sehingga tanaman mudah terinfeksi pathogen16,17. Kemampuannya dalam menghasilkan metabolit sekunder berupa siderofor, antibiotic, HCN, dan enzim ekstraseluler menjadikan RPTT potensial sebagai komponen pengendali hayati18,19.
Beberapa strain Pseudomonas spp., dan Bacillus spp. Mampu menambat Nitrogen, melarutkan P yang terikat , menginduksi ketahanan tanaman, mengendalikan pathogen, dan memulihkan keracunan logam berat ditanah10, 20-22.  Pemberian RPTT pada tanaman the mengurangi penggunaan pestisida 45-75% dan meningkatkan produksi 13-30%.  Pada tanaman tebu, pemberian RPTT meningkatkan produksi gula sebesar 16%, sedangkan pada tanaman Vanili menekan perkembangan penyakit yang disebabkan oleh Fussarium oxysporum sp. F. vanilla sebesar 70% dan meningkatkan produksi 50% 23,24.  Pada tanaman tembakau, pemberian RPTT menekan infeksi Tobacco Mozaic Virus 30-40% dan meningkatkan pertumbuhan akar 20-30% 25.

           3.3.      Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah bahan Organik
         Pengelolaan limbah bahan organik merupakan bagian dalam pengelolaan hara ter-
padu dan pertanian bioindustri.  Peningkatan siklus hara di tanah dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik tanah. 
Limbah tanaman yang jumlahnya cukup besar merupakan sumber bahan organik yang potensial bagi penyediaan pupuk organik hayati untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, dan energi biogas.  Penambahan substrat C, meningkatkan kandungan C-organik, populasi mikroba, dan aktivitas enzim (hidrolase, urease, protease, phosphatase, β-glucosidase) dalam tanah 26,27

 3.3.1. Pupuk Organik Hayati
           Pemanfaatan mikroba perombak bahan organik dalam mempercepat proses dekom-
posisi bahan organik berserat lignoselulose secara aerob, meningkatkan biomassa tanaman dan aktivitas mikroba tanah, menekan perkembangan penakit tanaman, larva insek, biji gulma, dan volume bahan buangan28.
Pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba dikenal sebagai pupuk organik hayati (organic biofertilizer).  Penamabhan bakteri penambat N2, dan mikroba pelarut P, akan meningkatakan kualitas pupuk organik setara dengan penambahan N dan P dari hewan dan tumbuhan 28.  Dari uji efektifitas pupuk organik hayati pada tanaman caisim dengan dosis pupuk anorganik sesuai rekomendasi, diketahui meningkatkan hasil 12%, sedangkan dengan 50% rekomendasi mampu meningkatkan hasil 68%.

3.3.2.Energi Biogas
      Pemanfaatan mikroba perombak bahan organik dalam proses dekomposisi kotoran ternak secara anaerob, akan menghasilkan biogas, salah satu sumber energi terbarukan.
BPP Mekanisasi Pertanian mengembangkan digester skala kecil dengan kapasitas 18m3 dan menghasilkan biogas 6 m3/hari dengan kandungan CH4 77%.  Biogas yang dihasilkan, dimanfaatkan sebagai sumber energi kompor gas dan lampu penerang 29.

           3.4.      Pemulihan Pencemaran Lahan (Bioremediasi)
         Pencemaran lahan dapat merusak kualitas lingkungan yang berdampak negatif terha-
dap kesehatan manusia.  Tanah yang terkontaminasi bahan agrokiia beracun dapat dipulihkan dengan mikroba pengakumulasi logam berat dan pendegradasi xenobiotic yang mampu mengubah senyawa kimia kompleks berbahaya menjadi tidak berbahaya, sehingga kualitas lahan meningkat30.

3.4.1.Bioremediasi Logam Berat
     Pencemaran logam berat telah terjadi di beberapa Negara. Di Jepang, misalnya, tercemarnya perairan Minamata, disebabkan oleh Metil-Hg dari limbah pabrik Polivinyl Asetat (PVA), dan peristiwa itai-itai akibat pencemaran logam Cd dari pabrik cat yang menggunakan Cd sebagai salah satu bahan aktifnya.
Belakangan, bioremediasi logam berat telah menjadi perhatian para ilmuwan dan diplikasikan dibidang industry,  Mikroorganisme pengakumulasi logam berat merupakan bioremediator ampuh untuk memindahkan atau menghilangkan berbagai jenis logam melalui mekanisme serapan secara aktif dan pasif.

3.4.2.Bioremediasi Senyawa Xenobiotik
     Kasus di Irak pada tahun 1971 yang memakan korban 400an jiwa, merupakan keslaahan dalam penggunaan bibit gandum yang telah diberi fugisida.
Bioremediasi senaya xenobiotic pada lahan pertanian akibat pemakaian pestisida berlebihan mendapat perhatian khusus, mengingat potensi kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan. Inseltisida organofosfat, paling banyak digunakan diseluruh dunia dan sering menyebabkan keracunan pada manusia.
Bebrapa jenis mikroorganisme hidup dalam sayuran sebagai residen permanen, namun belum diketahui kemampuannya mendegradasi senyawa pestisida.  Residu pestisida endosulfan ada kubis ditemnukan rata-rata 37.4 ppb, pada wortel 10.6 ppb, dan profenos pada tomat 7,9 ppb 31.

          3.5.      Peningkatan Produktifitas Tanah dalam Sistim Produksi Pertanian
     Pengetahuan tentang mikroorganisme tanah alam menjalankan fungsi ekologis dan kemampuan aplikasinya diperlukan bagi upaya peningkatan produktivitas tanah.  Sejumlah komunitas mikroorganmisme dalam tanah yang mampu meningkatkan ketersediaan hara melalui penambatan N2, pelarutan P, perombakkan bahan organic, pemacu pertumbuhan dan pengendali penyakit tanaman, merupakan factor penting bagi keberlanjutan sistim produksi pertanian.  Kerusakan tanah akan mempengaruhi fungsi dan struktur momunitas mikroba 32.
Opulasi mikroba tanah merupakan salah satu indicator pertanian ramah lingkungan, dan berperan penting dalam menentukan indeks kualitas tanah.  Semakin tinggi populasi mikroba tanah, semakin tinggi aktivitas biokimia dalam tanah dan indeks kualitas tanah.
Dibeberapa Negara seperti India, Thailand, Jepang, Cina, Brazil, Taiwan, dan Negara-negara lainnya, penggunaan pupuk hayati lebih diutamakan dari pada pupuk anorganik, karena bermanfaat bagi tanaman dan tidak merusak lingkungan.

 
IV.        INOVASI  TEKNOLOGI PUPUK HAYATI UNTUKMENINGKATKAN 
        KESUBURAN TANAH
        Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati

Keefektifan pupuk hayati ditentukan oleh fungsi dan teknik aplikasi dilapangan. Ditinjau dari fungsinya, pupuk hayati yang telah dihasilkan, dapat dibedakan menjadi pupuk hayati penyedia hara, perombak bahan organic, pemacu tumbuh, dan pengendali hama dan penyakit, dan pengakumulasi logam berat.

4.1. Pupuk Hayati Penyedia Hara
      Pupuk hayati penyedia hara yang sudah dihasilkan terdiri atas pupuk mikroba multiguna RhizoPlus, pelarut Phosphat BioPhos, pemantap agregat tanah Emas, mikroflora tanah multiguna BioNutrient, Nodulin, Mdec dan DSA.

4.1.1. Pupuk Mikroba Multiguna, RhizoPlus
       Rhizoplus adalah pupuk hayati untuk tanaman kedelai yang mengandung konsorsia Rhizobium dan bakteri pelarut fosfat yang dapat hidup sinergis dalam satu media berupa pupuk hayati berkualitas unggul (hak paten). Kedua jenis mikroba ini dapat hidup rukun dengan keefektifitasan yang tinggi meski dalam kondisi kritis.  RhizoPlus mampu meningkatkan penggunaan pupuk N dan P sekaligus 33-35.
Penelitian dan pengembangan RhizoPlus-Kedelai menghasilkan Pilot Plant Teknologi Produksi dan Laboratorium Quality Control, Hak Paten, Penghargaan Layanakretya Utama dari Menteri Riset dan Teknologi (10 Agustus 1998), dan Satyalencana Wirakarya dari Presiden Republik Indonesia (21 Agustus 1998).  Teknologi RhizoPlus telah dilisensi oleh mitra swasta nasional dan dikomersilisasi sejak 1998 dengan kapasitas pabrik 7,5 juta sachet/tahun.
Aplikasi komersial RhizoPlus telah dilakukan sejak 1997/1998 melalui proyek pengembangan kedelai P2RTPH di 24 provinsi dengan luas area 273.013 ha.  Penggunaan RhizoPlus di Sembilan provinsi pada tahun 1997/1998 mampu meningkatkan hasil kedelai 5-45%, dengan penghematan pupuk N hingga 100% dan P hingga 50% dari dosis rekomendasi 33,36.
Perbaikan kualitas inokulan, mulai dari teknologi formulasi, proses produksi mutakhir untuk meningkatkan  ketahanan hidup mikroba dalam mendukung delivery system, seperti immobilisasi mikroba dengan teknik ekapsulasi mikroba, baik makro enkapsulasi manik manik alginat, maupun mikroenkapsulasi dengan matriks polimer, hingga teknologi aplikasi pupuk hayati melalui teknik inokulasi benih dan matriconditioning telah berhasil dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pupuk hayati.  Mikroenkapsulasi Rhizobium mampu menekan konaminasi dan meningkatkan ketahanan hidup mikroba multiguna RhizoPlus 37,38.
4.1.2. Pupuk Mikroba Pelarut Fosfat, BioPhos
         Pupuk Mikroba BioPhos dirakit untuk meningkatkan kelarutan P terikat, baik dari tanah maupun pupuk P, sebagai fasilitator penyerapan hara, dan berguna meningkatkan efisiensi pemupukan, khususnya P (Hak Paten)
Mikroba yang digunakan bersifat spesifik  dengan daya adaptasi luas, dapat digunakan pada lahan bukaan baru, lahan kering masam, dan lahan sawah.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BioPhos pada lahan kering masam, dapat menekan kebutuhan pupuk P sampai 60%39.  Teknologi ini telah dilisensi oleh mitra swasta nasional untuk periode lima tahun (2007 – 2013).

4.1.3. Pupuk hayati Pemantap Agregat Tanah, Emas
    Kerjasama penelitian dengan Unit penelitian Bioteknologi Perkebunan telah menghasilkan pupuk hayati pemantap agregat tanah yang diberi nama Emas (Hak Paten).
Pemberian pupuk hayati Emas pada tanaman perkebunan menghemat penggunaan pupuk anorganik hingga 25% dengan nilai penghematan 44% pada kelapa sawit,  39% pada kakao,  36% pada karet dan 32% pada teh.  Penggunaan pupuk hayati Emas pada pembibitan dan tanaman kakao dewasa menurunkan kebutuhan pupuk NPK sampai 50% dari dosis anjuran.  Teknologi ini telah di lisensi oleh swasta nasional sejak 2001.

4.1.4. Pupuk Mikroflora Tanah Multiguna, BioNutrient
      BioNutrient berfungsi untuk memacu pertumbuhan dan melindungi tanaman dari penyakit tular tanah, meningkatkan ketersediaan hara, meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah.  Teknologi ini memanfaatkan bakteri diazotrof endofitik pemacu tumbuh dan pengendali penyakit yang mampu berkolonisasi pada apoplas yang kaya sumber karbon yang diperlukan dalam proses penambatan N2 40,41. Kemampuan tumbuhnya pada kondisi kandungan O2  rendah sangat pentinguntuk ekspresi dan aktivitas enzim nitrogenase.  Nitrogen yang ditambat tidak hilang, sehingga dapat mengekploitasi substrat karbon yang disuplai oleh tanaman.
Aplikasi BioNutrient menghemat pupuk NPJ hingga 50% pada tanaman padi dan jagung42,43.  Teknologi ini telah dilisensi oleh mitra swasta nasional dan beropreasi sejak 2008.

4.1.5. Pupuk Mikroflora Tanah Multiguna, Nodulin
         Nodulin adalah pupuk hayati untuk tanaman kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan kacang panjang, Paraserianthes falcataria, Mucuna sp., dan legume cover rops lainnya.  Pupuk hayati ini mengandung konsorsia bakteri bintil akar Bradyrhizobium japonicum dan bakteri diazotrof endofitik penghasil zat tumbuh dan antipatogen, penambat N2 hidup bebas, serta pelarut P dan K.
Nodulin diperlukan untuk memacu perkembangan bintil akar dan pertumbuhan tanaman, serta melindungi tanaman dari penyakit tular tanah, meningkatkan ketersediaan hara dan efisiensi pemupukan N, P dan K.  Aplikasi Nodulin pada tanaman kedelai, mampu meningkatkan efisiensi pemupukan N, P dan K, masing-masing hingga 100%,  50% dan 50% dari dosis rekomendasi 44-46.  Teknologi ini telah dileisensi oleh swasta nasional dan beroperasi sejak 2008.

4.2. Pupuk Hayati Perombak Bahan Organik
   Teknologi pupuk hayati perombak bahan organik (dekomposer), mikroflora tanah multiguna MDec dan DAS, dirakit untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi perombakan bahan organik berserat lignoselulosa, dan menekan penyakit tular tanah.  Dekomposer ini cocok digunakan untuk mengelola limbah tanaman pertanian, perkebunan, holtikultura dan sampah kota.
Pemberian MDec dan DAS pada jerami, daduk, bagas dan tandan kosong kelapa sawit, mampu mempercepat perombakan bahan organik dari 2-3 bulan menjadi 10-14 hari untuk MDec dan menjadi 5-7 hari untuk DAS, masing-masing dengan teknologi pengomposan yang direkomendasikan.  Teknologi ini telah dilisensi oleh swasta nasional dan beroperasi sejak 2008.

4.3. Pupuk Hayati Pemacu Tumbuh dan Pengendali Hama dan Penyakit
    Kerjasama penelitian antara Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dengan Balai Penelitian Tanah, telah menghasilkan pupuk hayati BioRegNPS, asosiasi bakteri pemacu tumbuh dan pengendali hama penyakit tanaman, Alcaligenes spp. dan nematoda patogen serangga (NPS)
Pupuk hayati ini dengan kepadatan NPS 104 JI/ml per 30 gr bahan pembawa, mampu membunuh serangga uji Tenebrio molitor.  Kematian serangga uji 3 minggu setelah infeksi NPS mencapai 100%.  Tanpa aplikasi NPS, seluruh serangga uji masih hidup.  Aplikasi kombinasi BioRegNPS dan pupuk organik pada kedelai di lahan kering masam Ultisol Lampung, meningkatkan hasil 34% dibanding aplikasi pestisida dan mengurangi jumlah polong rusak 13,5% 48.

4.4. Pupuk Hayati Pengakumulasi Logam Berat
     Survey pada tahun 2000 pada lahan sawah di daerah Bekasi, menunjukkan tingkat pencemaran limbah industri mendekati nilai ambang batas kritis yang ditetapkan oleh WHO sebesar 0,24 ppm.   
Kandungan Cd pada tanah 0,3 ppm dan pada beras 0.2 ppm49,50. Pemberian bioremediator logam berat Cd yang mengandung konsorsia bakteri pengakumulasi logam berat Bacillus spp, dengan bakteri penyedia hara pada lahan sawah tercemar Cd, mampu meningkatkan mutu beras dan menurunkan kadar Cd hingga 43% 51.
Dari penelitian jangka panjang tersebut, diketahui teknologi pupuk hayati berperan penting mendukung pertanian bioindustri, sehingga sering dipromosikan sebagai obat mujarab untuk memecahkan masalah hara tanaman dan kesuburan tanah.  Padahal,  tidak sesederhana itu karena pupuk hayati mengandung organisme hidup yang memerlukan proses penanganan lebih khusus yang tidak daat disamakan dengan penanganan pupuk anorganik.

           V.         PROSPEK DAN KEDALA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PUPUK HAYATI
        Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,
Pupuk hayati prospektif dikembangkan dalam pertanian bioindustri, namun keberhasilan pengembangannya tidak terlepas dari keunggulan sumberdaya genetika mikroorganisme dan teknologi pupuk hayati itu sendiri.

5.1. Prospek
     Pembangunan pertanian bioindustri berkelanjutan, menuntut perlunya pengembangan pupuk hayati dalam usaha tani untuk menghasilkan produk pangan sehat dan produk pertanian yang berkualitas dan bernilai tambah tinggi.  Hal ini sejalan dengan isu degradasi lahan pertanian, rendahnya efisiensi pemupukan anorganik, turunnya kualitas lingkungan, dan perubahan iklim yang telah mengancam system produksi pertanian.
Kemajuan IPTEK bioscience memungkinkan pengembangan pupuk hayati gunakan meningkatkan lahan suboptimal, terutama lahan kering masam, dan memiliki tingkat kesuburan lahan terdegradasi, termasuk lahan bekas tambang.
Indonesia memiliki sumber daya hayati yang beragam, termasuk mikroorganisme, yang potensial dimanfaatkan sebagai komponen utama pupuk hayati yang bermutu.  Dalam pertanian bioindustri, pengembangan pupuk hayati menjadi suatu keharusan guna menghasilkan produk yang sehat, bermutu, dan bernilai tambah tinggi.  Dalam hal ini, teknologi pupuk hayati memegang peranan penting.
Efisiensi penggunaan pupuk anorganik yang rendah, kehilangan hara N yang tinggi dan tidak tersedianya hara P bagi tanaman, dapat diatasi dengan penggunaan pupuk hayati yang mampu menyediakan hara N dan P bagi tanaman dan meningkatkan efisiensi pemupukan 25%-50%.  Penggunaan pupuk organik hayati dari jerami padi, mampu menyediakan hara K bagi tanaman hingga 100% dari dosis rekomendasi.

5.2. Kendala
     Berbeda dengan pupuk organic dan pupuk pelengkap cair, pupuk hayati merupakan mahkluk hidup yang memerlukan penanganan khusus.  Pupuk hayati memiliki rentang waktu masa aktif yang relatif pendek, sekitar 6 bulan, sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan penyimpanan inokulan yang dapat memperpanjang ketahanan hidup mikroba sebelum diaplikasikan.
Sistem pengemasan dan pengiriman pupuk hayati kpada pengguna dan penyimpanan di petani, sangat menentukan status mikroba yang dikandungnya.  Pada prinsipnya, mikroba pada pupuk hayati harus selalu hidup, baik selama penyimpanan maupun setelah diaplikasikan di lapangan, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

V         VI.        ARAH, SASARAN, DAN STARTEGI PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI PUPUK HAYATI
Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,
Berdasarkan pengalaman, pembelajaran, kenyataan di lapangan, dan dinamika inovasi teknologi, maka perlu dirumuskan arah, sasaran dan strategi pengembangan teknologi pupuk hayati dalam mendukung petanian bioindustri berkelanjutan.

6.1. Arah
(1).  Peningkatan kualitas pupuk hayati dari berbagai aspek, termasuk propengemasan, pengiriman, dan penyimpanan agar tetap efektif dan produktif serta praktis dan mudah diimplementasikan di lapangan.
(2). Penggalian potensi sumber daya hayati mikroorganisme untuk meningkatkan keragaman fungsi pupuk hayati guna memperbaiki produktivitas lahan suboptimal dan lahan terdegradasi mendukung pengembangan pertanian bioindustri.

6.2.   Sasaran
(1).  Peningkatan kemampuan pupuk hayati mensubstitusi pupuk anorganik, baik dalam aspek produktivitas maupun efisiensi produksi.
(2). Peningkatan efisiensi biaya produksi usahatani, terutama dalam hal pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta reklamasi dan pemulihan kesuburan lahan.

6.3.   Strategi
(1). Pengayaan inovasi pupuk hayati majemuk secara berkesinambungan dengan  dukungan persyaratan baku mutu berbasis teknologi bioscience
(2). Perbaikan system produksi pupuk hayati  yang mudah diaplikasikan dan efektif, termasuk system pengemasan dan penyimpanan
(3).  Sosialisasi keunggulan pupuk hayati dalam pertanian bioindustri melalui berbagai media diseminasi secra terpadu dan berkesinambungan
(4).  Perbaikan sistem pemasaran dan promosi teknologi pupuk hayati melalui sistem distribusi dan demontrasi lapangan, bekerja sama dengan mitra swasta dan BUMN
(5).  Refocusing penelitian dan pengembangan teknologi pupuk hayati untuk biopestisida, bioremediator logam berat, dan senyawa xenobiotic guna meningkatkan kesehatan tanah dan produktivitas tanaman menopang pertanian bioindustri.

           VII.     KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
        Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,

Dari uraian tadi dapat ditarik kesimpulan dan implikasi kebijakan sebagai berikut :

7.1.   Kesimpulan
(1).   Penelitian telah menghasilkan teknologi pupuk hayati tunggal hingga majemuk dengan berbagai fungsi, sebagai menyedia hara, perombak bahan organik, pemacu tumbuh, pengendali hama dan penyakit tanaman dan bioremediator logam berat.
(2).  Inovasi teknologi pupuk hayati berperan penting dalammeningkatkan kesuburan tanah, melindungi tanaman dari hama dan penyakit, menghasilkan produk berkualitas, aman dikonsumsi dan energi terbarukan.
(3). Aplikasi pupuk hayati diyakini mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik, memecahkan masalah kelestarian lingkungan, meningkatkan produktivitas lahan, dan menyelamatkan ekosistem
(4).  Pengayaan inovasi teknologi pupuk hayati dan perbaikan sistem produksi, sosialisasi keunggulan, perbaikan sistem pemasaran dan promosi teknologi pupuk hayati, serta refocusing penelitian dan pengembangan secara intensif, mampu menunjang keberlanjutan sistem produksi pertanian dalam pengembangan pertanian bioindustri

7.2.   Implikasi Kebijakan
(1).  Penyuluhan dan promosi teknologi pupuk hayati nasional memerlukan dukungan  kebijakan dari pemerintah, agar petani, penyuluh, dan masyarakat pertanian memahami manfaat pengembangan pupuk hayati dalam ertanian bioindustri.
(2).  Dalam peredaran pupuk hayati ke alam, diperlukan regulasi dan lembaga independen yang mengelola sertifikasi kelayakan dan keamanan pupuk hayati, baik dari dalam negeri maupun impor, memberikan timbangan ilmiah bagi kebijakan yang diambil agar tepat sasaran.
(3). Mikroorganisme komponen pupuk hayati harus disimpan di Culture Collection di Indonesia yang diakui dunia dan dikelola berdasarkan Budapest Treaty agar perawatan dan penyimpanannya terjamin, sifat-sifat genetikanya tidak berubah, dan dapat digunakan untuk mendukung pertanian bioindustri berkelanjutan dan kemajuan pertanian Indonesia.

          VIII.   PENUTUP
       Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan Hadirin yang saya hormati,

Teknologi mikroorganisme merupakan sarana untuk pembangunan pertanian bioindustri berkelanjutan.  Teknologi ini merupakan kunci pengelolaan lahan pertanian yang semakin terdegradasi akibat aplikasi pupuk anorganik yang erus menerus.  Teknologi ini dapat membantu petani dalam menghadapi masalah penguasaan lahan yang semakin sempit karena pesatnya pembangunan.
Pengunaan pupuk hayati berbasis mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.  Banyak petani terprovokasi untuk menggunakan pupuk hayati impor yang belum tentu keunggulannya.
Penggunaan jenis mikroorganisme yang tidak tepat dapat membayahakan keberlanjutan sistem pertanian.  Tidak mustahil pula jenis mikroba tertentu dijadikan alat untuk merusak pertanian Indonesia.  Oleh sebab out, perlu perhatian yang sangat serius dan komitmen yang tinggi dari penentu kebijakan dan stakeholder untuk bersikap hati-hati menggunakan pupuk hayati impor.  Pemerintah Indonesia sudah memiliki persyaratan mutu produksi dan peredaran pupuk hayati (Permentan No. 70/Pert/SR/130/5/2011).  Kedepan, diperlukan lembaga independen u ntuk memberikan timbangan ilmiah bagi setiap kebijakan yang diambil untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan berbasis ekosistem berkelanjutan.
Inovasi teknologi pupuk hayati harus diterapkan dengan penuh tanggung jawab, sehingga mampu menjadi pengungkit pengembangan pertanian bioindustri berkelanjutan.  Penggunaannya pada lahan sub-optimal, khususnya lahan kering masam, diyakinmi bermanfaat bagi perbaikan kualitas tanah yang miskin hara, bahan organic, dan mikroba tanah.
Semoga orasi ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA
1.    [IPB] Institut Pertanian Bogor, 2013. Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045,  Bogor, Institut Pertanian Bogor.

2.    Bhattacharjee RB, Sigh A, Mukhopadhay SN, 2008, Use of nitrogen-fixing bacteria as biofertilizer for non-legumes: prospect and challenges, Apll.Microbiol. Biotechnol. 80: 199-209

3.    Boraste A, Vamsi KK, Khaimar Y, Gupta N, Trivedi S, Patil P, Gupta G, Mujapara Ak, Joshi B, 2003, Biofertilizers: a Novel Tool for Agriculture, International Journal of Microbiology Research, pp 23-32

4.    Saraswati Rasi, 1999, Teknologi Pupuk Mikroba Multiguna Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai, J.Mikrobiol. Indon. 4(1):1-9

5.    Bossio Da, Scow KM, 1995. Impact of Carbon and Flooding on the metabolic diversity of microbial communities in soils. Appl. Environ. Microbiol. 61:4043-4050

6.    Ludeman H, Arth I, Liesack W, 2000. Spatial Changes in the Bacterial Community Structure along a Vertical Oxygen Gradient in Flooded Paddy Soil Core, Appl.Environ.Microbiol. 66: 754-762

7.    Patrick WH, redy CN, 1978. Chemical changes in rice soils p.361-379. In Soil and Rice. IRRI, Los Banos, Phillipines.

8.    Tenuta M, 2006. Plant growth promoting rhizobateria : prospect for increasing nutrient acquisition and desease control. http://www.umanitoba.ca/afs/agronomist_conf/2003/pdf/tenutarrhizobacteria.pdf, [accessd 22 July 2005]

9.    Roger PA, Ladha JK. 1992. Biological N2 fixation in wet land rice fields: estimation and contribution to nitrogen balance. Plant Soil 141:41-55

10. Quispel A. 1974. General Introduction. In the Biology of Nitrogen Fixation, North-Holland Res. Monograph. Vol 33. Pp 1-8 (Cited from Kawaguchi, K. (Ed) 1978. Paddy Soil Science. Kodansha, Tokyo (In Japanese)

11. Wanatabe I, Liu CC. 1992. Improving nitrogen-fixing systems and integrating them into sustainable rice farming. Plant and Soil 141:57-67

12. Sunarlim N, Pasaribu D, Gunawan W. 1992. Effect of nitrogen and thizobium inoculation n growth and yield of soybean in red-yellow podzolic soil. Penelitian Pertanian 12(3):116-118

13.  Saraswati Rasti, Hastuti RD, Purwani J, Ginting RCB, Prabowo A. 2005. Mikroflora Tanah Multiguna dan Manfaatnya pada Pertanaman Padigogo dan Kedelai di Tanah Kering Masam, tegineneng, Lampung.  Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Kering. Badan Litbang Pertanian-Badan Litbang Daerah Propinsi Lampung-Universitas Lampung. Hlm 114-640

14. Matoh T, Saraswati Rasti, Sekiya J, 1992. Growth Characteristic of Sesbania under Adverse Cindition in Relation to use as Green anure in Japan. Soil Science and Plant Nutr. 38(4):741-747

15......dst sampai 51 daftar pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar,Saran dan Kritik, yang membangun, sangat kami hargai.